Jangan Sepelekan Kebaikan walau Hanya Secuil



Ada surat dari seorang ibu lengkap ditulis gelar sarjananya yang aku merasa asing dengan nama tersebut. Maklum waktu itu aku masih umur 20 tahun, belum menikah, sehingga seingatku teman atau kenalanku rata-rata seusia denganku.



“Kepada yang saya cintai adik Dwi” di amplopnya tertulis seperti itu. Karena penasaran kulihat pengirimnya: Ny Anita, Dra Apt dengan alamat Jombang, Jawa Timur. Kuingat-ingat nama pengirim itu tetap saja aku tidak ingat sama sekali.

Akhirnya perlahan kubaca isi surat itu, “Adik Dwi mudah-mudahan selalu dalam lindungan Allah SWT. Saya ibu Anita, adik pasti lupa ya dengan saya? Begini Dik, saya adalah seorang ibu yang kurang lebih sekitar dua tahun yang lalu pernah satu bangku di kereta api dengan adik. Waktu itu adik mau ke Jogja bersama bunda untuk menghadiri pernikahan saudara kalau tidak salah”

Aku mulai mencoba mengingat-ingat lagi peristiwa perkenalan di kereta api dengan ibu Anita itu, dan aku baru ingat kalau beliau adalah seorang apoteker yang bekerja di sebuah apotik milik pemerintah di sebuah Rumah Sakit. Waktu itu, beliau didampingi putranya yang masih kecil. Bu Anita adalah single parent karena baru saja kehilangan suaminya, yang lebih dahulu menghadap Sang Pencipta.

Lalu mengapa beliau menyempatkan diri berkirim surat ya? Kulanjutkan membaca isi surat tersebut:
“Terus terang setelah perkenalan ibu dengan adik, saya tidak bisa tidur nyenyak beberapa minggu, saya jadi kepikiran dengan apa yang adik katakan saat itu”

Wah aku jadi penasaran, kira-kira apa ya yang sudah kusampaikan pada bu Anita saat itu, semoga bukan hal yang menyakitkan bagi beliau.

“Saya kaget dengan jawaban adik Dwi, saat saya tanya kenapa adik mau berjilbab di usia yang masih muda, dengan mantap saat itu adik mengatakan, kita tidak akan tahu Bu kapan kita akan dipanggil Allah SWT, sementara perintah Islam belum banyak yang bisa kita lakukan. Jadi berjilbab adalah salah satu bentuk bukti bahwa kita sedang berusaha untuk taat padaNya, sembari terus membenahi ilmu Islam yang masih sangat kurang ini”

“Saya jadi malu pada adik juga malu pada Allah SWT mengapa saya yang usianya sudah berkepala empat ini tidak juga mengambil hikmah tentang kematian yang sangat dekat dengan kita, apalagi saya baru saja diberi ujian dengan meninggalnya suami saya dua tahun yang lalu”

“Alhamdulillah Dik, sejak seminggu yang lalu saya membulatkan tekad untuk menyempurnakan diri sebagai muslimah dengan menutup aurat sesuai syariat”

Ah… lega hati ini, semoga Allah SWT senantiasa menjaga lisan kita dengan perkataan yang selalu baik, karena bisa jadi dicatat sebagai kebaikan yang akan memberatkan timbangan pahala kelak di hari akhir, walau hanya secuil. Amiin.

Sumber : webmuslimah.com